Selasa, Desember 18, 2007

Pers dan Peran Kontrol Sosial

ERA reformasi telah membawa perubahan signifikan pada wajah pers di Indonesia. Media massa sebagai salah satu pilar demokratisasi mendapatkan aura kebebasannya. Lahirnya Undang-undang No. 40 tahun 1999 di era Presiden B.J. Habibie memberikan jaminan atas kebebasan pers di tanah air. Tidak ada lagi pembredelan, namun sejurus dengan itu, pers memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam melakukan kontrol sosial dan pendidikan terhadap masyarakat.
Undang-undang No. 40 tahun 1999 menekankan pers adalah wahana komunikasi massa, penyebar informasi dan pembentuk opini. Kemerdekaan pers ini merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis sebagai implementasi Undang-undang Dasar 1945. Karena itu, apakah informasi atau opini yang menjadi produk media massa kebebasannya dilindungi oleh Undang-undang.
Undang-undang menjamin kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara. Dalam implementasinya pers berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. Kemerdekaan pers itu dibingkai dalam tanggung jawab profesionalitas. Profesionalitas per situ diukur dalam implementasi Kode Etik Jurnalistik sebagai rambu-rambu moral dan etika jurnalistik.
Kontrol sosial bukanlah bisa dari kebebasan pers, namun merupakan tanggung jawab dan kewajiban per situ sendiri. Kontrol sosial itu dilakukan dalam konteks pers memiliki peran melakukan pendidikan sosial kepada masyarakat. Upaya media massa membentuk opini publik adalah tanggung jawab melakukan pendidikan terhadap masyarakat. Undang-undang Dasar mengisyaratkan, masyarakat harus dicerdaskan dan peran itu sebagian diambil oleh pers.
Bagaimana tanggung jawab pers memberikan informasi secara profesional kepada masyarakat?

1. Unsur layak berita. Informasi yang disampaikan di media massa secara dasar harus memenuhi unsur 5 W+H
2. Informasi yang disampaikan harus berimbang
3. Akurat dalam menyajikan fakta
4. Jujur tidak berprasangka
5. Mematuhi ketentuan kode etik jurnalistik
6. Terhindar dari kemungkinan tuntutan hukum
7. Mempertimbangkan aspek pendidikan publik
8. Disajikan secara jernih
9. Ditulis dengan bahasa yang hemat dan jelas

Kemerdekaan Tak Sejati
Kemerdekaan pers adalah pilar dari demokratisasi. Negara-negara demokrasi menjunjung tinggi kebebasan persnya, tidak hanya sebagai wujud implementasi undang-undang, namun sebagai sebuah keniscayaan dalam mencerdaskan masyarakat.
Kemerdekaan yang sejati itu memang tidak ada. Dalam implementasinya, Undang-undang No.40 tahun 1999 tidak selalu dipakai dalam menyelesaikan sengketa yang melibatkan pers. Padahal, Undang-undang dan pemerintah sendiri telah menasbihkan perlindungan terhadap pers. Upaya hukum hanyalah langkah terakhir dalam menyelesaikan sengketa yang melibatkan pers. Padahal, sengketa itu seharusnya terlebih dahulu dilakukan dengan cara-cara pers, yaitu penggunaan hak jawab dan fungsi mediasi Dewan Pers.
Banyak insan pers yang diperkarakan secara hukum. Ini tentu saja menjadi mimpi buruk dengan kebebasan dalam menyampaikan pendapat. Alhasil, masyarakatpun akan takut menyatakan pendapatnya. Dan itu berarti pembunuhan terhadap proses demokratisasi. A.R. Rizal

Tidak ada komentar: