PEMILIHAN Kepala Daerah secara langsung membuka peluang yang besar bagi tampilnya tokoh-tokoh terbaik sebagai pemimpin daerah. Apalagi, dengan terbukanya kesempatan bagi calon independen, sehingga siapa saja berpeluang untuk bertarung dalam Pilkada. Namun, apakah peluang itu datang begitu saja?
Sebelum munculnya bursa kandidat calon kepala daerah dalam Pilkada di suatu daerah, banyak tokoh yang menjejal popularitas. Begitu banyak nama yang mengambil momentum, walau hanya sebagian kecil yang benar-benar maju sebagai calon. Realitas ini menghadirkan semacam fenomena, banyak yang sekadar iseng menjejal popularitasnya. Persoalan tampil di Pilkada ternyata bukan hanya sekadar popularitas atau ketokohan, namun ada persoalan lain yang tidak bisa dikesampingkan, yaitu soal dana.
Pemilihan kepala daerah secara langsung memang menghadirkan kesempatan yang luas bagi siapa saja untuk bertarung, namun Pilkada sekaligus menjadi pesta demokrasi yang teramat mahal. Mahalnya biaya Pilkada tidak hanya terkait beban anggaran pelaksanaan yang harus ditanggung APBD daerah, namun untuk maju, setiap kandidat mesti mengeluarkan dana yang tidak sedikit.
Berbeda dengan sistem pemilihan perwakilan, Pilkada mengharuskan setiap kandidat membiayai begitu banyak piranti kesuksesan. Hitung-hitungan sederhananya, untuk membuat berbagai atribut, membiayai tim sukses atau menggerakkan mesin politik, hitung-hitungannya tidak sedikit. Masing-masing kandidat mesti menyiapkan anggaran yang besar untuk maju dalam Pilkada.
Tidak mengherankan banyak nama yang tampil dalam bursa kandidat di Pilkada ujungnya bertumbangan karena tidak sanggup menghitung beban biaya yang besar. Banyak kasus juga, kandidat-kandidat yang jatuh tekor ketika gagal dalam Pilkada. Kenyataan ini tentunya menjadi pertanyaan besar, apakah Pilkada mampu melahirkan pemimpin terbaik. Logika matematikanya, dengan biaya besar yang telah dikeluarkan, kandidat yang terpilih tentu akan berhitung dulu mengembalikan modal yang sudah dikeluarkannya.
Demokrasi memang tidak selalu memberikan hasil yang terbaik. Namun, Pilkada menjadi jalan terbaik yang dipilih bangsa ini untuk mencari figur terbaik pemimpin di daerahnya.
Pilkada kesannya memang mahal. Namun, tidak harus selalu dibuat mahal. Bukan berarti Pilkada harus menghilangkan kesempatan figur-figur terbaik hanya karena alasan ketiadaan biaya. Pada akhirnya, Pilkada tetaplah sebuah pertaruhan terhadap hati nurani. A.R.Rizal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar