Kamis, Oktober 08, 2009

"Wisata" Duka Lara di Padang Alai

PATAMUAN-"Ado apo di Patamuan, Da?" tanya seorang montir di sebuah bengkel di Kota Pariaman.

Seperti tidak terjadi apa-apa. Banyak warga Kota Pariaman tidak menyadari apa yang terjadi di sekitar mereka. Bahwa ada bencana, bahwa ada ratusan korban jiwa akibat gempa, tak beberapa jauh dari mereka.

Sepekan pasca gempa besar 7,9 SR melanda Sumbar yang berpusat di Padang Pariaman, banyak warga di sana yang tidak terimbas gempa tidak menyadari penderitaan yang terus berlangsung tak beberapa jauh dari mereka. Kondisi Kota Pariaman dan dusun-dusun terisolir akibat gempa di Kabupaten Padang Pariaman begitu kontras.

Di pusat Kota Pariaman, seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Empat hari pasca gempa, kehidupan warga kota mulai nornal. Pasar dibuka, warga kota bisa menikmati makanan enak di rumah makan dan kedai-kedai yang sudah buka. Berbeda di daerah terisolir di Padang Pariaman. Di Koto Tinggi Nagari Padang Alai, sudah sepekan dusun itu masih terisolir. Tak ada akses jalan, air bersih, bahan makanan, bahkan ratusan jenazah yang terkubur di sana belum ditemukan. Ironisnya, tak banyak warga Kota Pariaman yang tahu dengan keadaan di Koto Tinggi.

Kondisi Nagari Padang Alai yang hancur lebur memang menggelitik kepenasaran sebagian warga Kota Pariaman. Lantaran rasa penasaran itu mereka berbondong-bondong ke Padang Alai. Empat hari pasca gempa ratusan warga kota berduyun-duyun ke Padang Alai. Ratusan motor lalu-lalang di sepanjang jalan yang penuh dengan reruntuhan rumah. Mereka rata-rata remaja. Datang bergerombolan, berboncengan, ada juga yang berpasangan.

Sebuah sepeda motor jalan pelan di depan Pasar Padang Alai yang hancur. Penumpang sepeda motor yang remaja pria itu mengangkat handphone berkameranya. Photo sana, photo sini, berlagak seperti wartawan, namun ia lebih mirip pelancong di objek-objek wisata menarik.

Padang Alai yang terisolir menjelma menjadi "tujuan wisata" baru di Padang Pariaman. Ratusan orang tiap hari berkunjung ke sana. Bukan untuk memberikan bantuan atau sekadar mengucap bela sungkawa, namun mereka hanya melihat-lihat, ada yang membawa kamera dan berphoto-photo.

Ada beberapa "objek wisata" menarik di Padang Alai. Ada "wisata" evakuasi jenazah di Ambacang Gadang. Di Koto Tinggi ada "wisata" berebut mie instan dari helikopter. Di sini bisa berphoto-photo gratis dengan tim relawan dari Francis. Di Dusun Simpang Gunung Tigo ada "wisata" historis tentang kisah pesta perkawinan yang dikubur longsor. Objek yang paling favorit adalah Bukik Balantik. Titik longsor yang menewaskan Aryani dengan 11 anggota keluarga dan tetangganya ini paling ramai dikunjungi. Sangat beralasan, karena titik ini yang paling dekat bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari Korong Patamuan, Padang Alai.

Sepekan pasca bencana, "wisatawan" di Padang Alai sudah sampai di Ambacang Gadang. Untuk mencapai titik longsor di dusun ini harus berjalan kaki sejauh 10 km dari Patamuan. Namun, dua remaja yang bertemu dengan tim relawan asal Francis di Dusun Gunung Tigo merasa hilang lelahnya siang itu. "Mister, mister pic, pic," ujarnya.

Ia meminta kesempatan berphoto bersama. Jean, nama anggota relawan Francis itu menyediakan diri dengan tersenyum. Puaslah hati dua remaja itu. Namun keduanya mencari kesempatan yang lain. " Baphoto ciek lai, ado nan ceweknyo mah," ujar remaja itu kepada rekannya.

Tim relawan Francis sudah memasuki Dusun Koto Tinggi sejak Jumat (2/10). Mereka membawa 12 anggota tim. Salah seorang adalah dokter dibantu perawat dan tenaga teknis rescue lainnya.

Tak beberapa jauh dari Dusun Ambacang Gadang, sejumlah remaja yang menjadi "wisatawan" di lokasi bencana di Padang Alai punya cara tersendiri menikmati kunjungannya. Jalan ke Padang Alai yang penuh rengkahan, terban dan longsoran justru menjadi arena track racing. Mereka memacu sepeda motor dengan kebut, membuat zig-zag, meliuk-liukan badan, berkejar-kejaran dengan mobil ambulan dan mobil rescue yang berlalung lalang. Di Bukit Balantik lain lagi. Ada yang berlagak dengan masker di mulut. Datang ke tempat evakuasi jenazah. Mereka bukan tim relawan, namun hanyalah "wisatawan" dadakan. Kehadiran mereka bahkan sempat mengganggu proses evakuasi jenazah. Bukannya membantu, eh malah berkerumun di titik longsor yang membuat tim evakuasi kekurangan ruang untuk bergerak.

Ketika sampai di Puskesmas Padang Alai, seorang pengendara motor bertanya. " Da, iko jalan ka Kampung Dalam," tanyanya. Lelaki itu kehilangan arah setelah kembali dari pelesiran singkatnya di Padang Alai. A.R. rizal

Tidak ada komentar: