Tim Relawan di Titik Gempa
AMBACANG GADANG-Entah dari mana, mereka datang tiba-tiba. Mereka seperti malaikat penolong. Jauh di dusun-dusun terisolasi akibat gempa di ujung Kabupaten Padang Pariaman dan Agam, tim relawan menjadi obat penawar duka, mereka yang tertimpa bencana.
Siang itu, usai memberikan pengobatan bagi warga korban gemba di Koto Tinggi, seorang anggota tim relewan medis dari Francis berbicara kepada warga yang mengerumuninya. " Coconut, coconut...!" ujarnya singkat.
Tidak ada yang mengerti ucapan lelaki bule itu. Tak ada warga kampung terpelosok itu paham dengan bahasa Inggris. Demikianpun, lelaki bule itu tak banyak paham dengan bahasa Indonesia. Lelaki itu berjalan beberapa meter ke pinggir jalan. Ia menunjukkan pohon kelapa yang masih kecil. Beberapa warga menyela. " O, inyo taragak karambia mudo mah," ujar sebuah suara. Selaan itu langsung disambut dengan gelak tawa gemuruh korban gempa yang berkumpul di posko kesehatan.
Usai mengungkapkan maksudnya, lelaki anggota tim relawan Francis itu berkumpul dengan teman-temannya yang berjumlah sebelas orang. Mereka membagikan piring. Sambil berdiri, mereka menyantap makanan untuk siang itu, mie rebus. Selesai itu, di antara mereka menuju longsoran di Ambacang Gadang yang masih mengubur puluhan nyawa di sana.
Kehadiran tim relawan bagi warga korban gempa di Koto Tinggi menjadi penghibur duka tersendiri. Setiap gerak-gerik mereka menjadi tontonan. Dengan kemampuan mengenal beberapa ungkapan bahasa asing, mereka mencoba berkomunikasi.
Ada sejumlah tim relawan lebih awal memasuki dusun-dusun yang terisolasi di Koto Tinggi dan dusun lainnya di Nagari Padang Alai Kabupaten Padang Pariaman hingga jauh ke perbatasan di Malalak Kabupaten Agam. Di Dusun Ambacang misalnya, di sini tim relawan dari Basarnas Kalimantan Timur sudah lebih awal melakukan evakuasi jenazah. Di titik longsoran di dusun ini, tim harus bertaruh nyawa.
Bayangkan, dusun Ambacang Gadang itu tenggelam ditimbun tanah beribu-ribo ton. Longsoran tanah itu jatuh ke dalam tebing ratusan meter dan memanjang kiloan meter. Di atas tebing dengan longsoran tanah yang labil itu tim relawan turun mengevakuasi jenazah korban menggunakan tali tambang. " Mana keluarganya, mana keluarganya, di letakkan di sini saja," ujar seorang anggota tim relawan ketika sesosok jenazah berhasil dievakuasi.
Seorang perempuan paruh baya dengan mata berkaca-kaca mendekat ke jenazah yang digotong empat orang anggota tim relawan. " Pak buliah diliek wajahnyo," ujar perempuan itu.
Seorang anggota tim relawan membuka kantong mayat. " Jangan dipegang, Buk. Dilihat saja," ujarnya.
Bekerja dengan peralatan ala kadarnya. Sepekan pasca gempa, tim relawan di Ambacang Gadang itu bahkan tidak mengenakan masker ketika mengevakuasi jenazah. Di antaranya hanya menggunakan sapu tangan dan kacu untuk menutupi hidung dari bau mayat yang tidak sedap.
Kondisi relawan yang tidak jauh berbeda terlihat pada evakuasi jenazah korban gempa di Bukit Balantik, Jorong Patamuan, Padang Pariaman. Di sini, tim relawan berasal dari Brimob Polda Sumatra Selatan. Di antara mereka sengaja tak mengenakan masker. Alasannya. " Masih bau busuk, berarti masih ada jenazah," ujarnya.
Itulah cara tim relawan menemukan titik-titik yang memungkinkan ditemukannya korban yang tertimbun. Alasan masih ada bau menyengat itulah yang menjadi alasan tim untuk meneruskan evakuasi.
Selain harus memiliki kemampuan teknis untuk menanggulango korban bencana, tim relawan di beberapa titik longsoran harus memiliki kemampuan lain. Di titik longsor di Damar Bancah, Malalak, Kabupaten Agam, tim relawan dari TNI, SAR dan mahasiswa sekaligus berperan ganda sebagai orang alim. Seperti saat tim menguburkan jenazah Mardison, korban longsor yang baru ditemukan. Ketika itu tak satupun anggota keluarga dekatnya yang sanggup lagi menemani pemakaman darurat tersebut. Maka, jadilah tim relawan mahasiswa dari sebuah perguruan tinggi di luar Sumbar tampil membacakan doa.
"Tarimo kasih, Pak, Diak..." ujar Bustamar, kerabat jauh korban Mardison.
Menurut Bustamar, sejumlah kerabat jauhnya menjadi korban yang tertimbun longsor di Damar Bancah. Tak ada lagi anggota keluarga korban yang bertahan di lokasi evakuasi. Mereka larut dengan kepanikan dan kesedihan. Karenanya untuk menyelenggarakan jenazah, sepenuhnya dilakukan oleh tim relawan. "Awak serahkan sadonyo ke relawan, awak ndak bisa apo-apo lai," lirih Bustamar.
Usai mengubur jenazah Mardison, tim relawan berpencar. Tim relawan mahasiswa beranjak ke posko utama yang berjarak 2 km dengan berjalan kaki mendaki bukit. Tim lain dari TNI kembali ke lokasi evakuasi melanjutkan evakuasi menggunakan sebuah escavator. Mereka dengan awas menatap setiap hentakan escavator untuk sesekali menemukan sesosok jenazah. Di antara raungan alat berat itu, sejumlah tim relawan beristirahat di puing-puing rumah yang hancur. Di antaranya tertidur lelap di beranda rumah yang kotor ditimbun reruntuhan tanah. Ia masih dengan seragan yang lengkap. A.R. Rizal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar