DUA buah baliho besar terpampang di gerbang masuk komplek candi Prambanan. Ada yang berbeda dari candi yang terkenal akan keindahan arsitekturnya seantero dunia ini.
Dua buah baliho besar itu memang agak mencolok. Agaknya sengaja agar bisa dibaca secara leluasa oleh pengunjung. Bagi setiap pengunjung, agaknya harus menyempatkan diri membacanya agar bisa menikmati secara utuh keindahan dan keunikan Prambanan. Pasca gempa besar yang melanda Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah, Prambanan tidak terlepas dari dampak goncangan besar. Sebagian candi mengalami kerusakan. Dengan melihat versi utuh sebelum gempa, makanya setiap pengunjung tetap tidak kehilangan momen penting melihat keelokkan Prambanan.
Pasca gempa, beberapa bangunan candi di komplek Prambanan mengalami kerusakkan. Bahkan ada yang mengalami kerusakan parah, sehingga membutuhkan perbaikan total. Dengan kondisi itu, pengunjung tidak bisa secara leluasa menikmati keindahan candi ini. Areal candi dibatasi dengan pagar besi, sehingga pengunjung hanya bisa memandang dari jauh. Hal ini dilakukan memang sengaja untuk menghindari jatuhnya korban mengingat beberapa bagian candi kondisinya rawan, sehingga mudah rubuh.
Pengunjung memang tak leluasa lagi berkeliling Prambanan atau sekadar mengambil momen-momen penting untuk berphoto. Namun, di sinilah uniknya. Pasca gempa besar yang melanda Yogyakarta ditambah lagi pemberitaan yang besar tentang kerusakan yang dialami Prambanan, pengunjung justru semakin ramai. Ternyata alasannya sederhana saja, mereka semakin penasaran melihat Prambanan pasca gempa besar.
Walaupun terlihat rapuh, pesona Prambanan belumlah hilang. Berbeda dengan candi-candi lain di Indonesia, Prambanan memang terkenal akan keindahan arsitekturnya. Menikmati keindahan Prambanan tentu tidak hanya melihat keindahan arsitekturnya. Semuanya menjadi berkesan dengan ikut menyimak sejarah besar yang melatari pembangunannya.
Banyak bahan yang menceritakan sejarah candi Hindu ini. Ketika berkunjung, di sejumlah sudut komplek candi, bahan-bahan itu bisa didapat dengan mudah lewat buku-buku kecil yang dijual warga setempat. Alangkah baiknya, membaca dulu buku-buku itu untuk selanjutnya memutuskan menyisir setiap sudut-sudut candi.
Secara kasat mata, komplek Prambanan hanya terdiri dari tiga candi besar. Di antara empat candi itu, candi Shiwa adalah yang terbesar. Candi Shiwa adalah tempat pemujaan Dewa Shiwa. Candi Shiwa yang disebut juga Roro Jonggrang ini dilatari kisah permaisuri Shiwa yang dikutuk Bandung Bondowoso menjadi patung untuk melengkapi kesanggupannya membuat seribu patung dalam semalam.
Di sebelah candi Shiwa ada candi Wisnu. Candi ini merupakan tempat pemujaan Dewa Wisnu yang dikenal sebagai dewa pemelihara. Candi Wisnu dalam relief Kresnadipayana yang menghiasinya menceritakan kisah masa kecil Prabu Kresna yang merupakan titisan Dewa Wisnu untuk membasi angkara murka.
Candi besar lainnya adalah candi Brahmana. Candi ini merupakan tempat pemujaan terhadap Dewa Brahmana yang dikenal sebagai dewa pencipta.
Selain tiga candi besar itu, di area komplek candi Prambanan sebenarnya terdapat 240 candi. Candi-candi kecil itu merupakan tempat-tempat pemujaan bagi dewa-dewa sebagai pengawal tiga dewa besar yang diyakini umat Hindu. Namun, candi-candi kecil itu tidak ditemukan lagi, karena tinggal puing-puing saja.
Lepas berkeliling komplek candi, kegiatan yang satu ini agaknya sayang untuk dilewatkan. Membeli oleh-oleh khasnya Prambanan. Di sekitar komplek Prambanan banyak terdapat pedagang penjual survenir. Ada berbagai perkakas mirip Prambanan dan kerajinan khas Yogyakarta dan Jawa Tengah. Harganyapun bervariasi, mulai dari ribuan hingga ratusan ribu.
Mengelilingi koomplek candi dengan berjalan kaki memang cukup membuat lelah. Namun, kalau sekadar melihat dari jauh, bisa menggunakan kereta wisata. Kalau memang lelah tak tertahankan lagi, rindangnya komplek Prambanan dengan padang rumput yang bersih akan menjadi pilihan yang tepat untuk bersantai ria. A.R. Rizal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar