PEMILU pendahulan yang sedang berlangsung di Amerikan Serikat tak urung menarik perhatian dunia internasional. Sangat beralasan, peran sentral negara Paman Sam itu sangat menentukan secara global. Perubahan politik, ekonomi dan sosial-budaya di sana diyakini akan berdampak luas bagi perubahan di dunia. Tentu saja, pemilihan Presiden AS akan memberikan harapan adanya perubahan dunia. Setidaknya, pesan-pesan teror yang disemai Presiden AS sekarang, Goerge W. Bush mulai mencair. Dunia mengharapkan Amerikan yang lebih bersahabat.
Sisi menarik lainnya dari Pemilu AS yang akan berlangsung sepanjang tahun 2008 ini adalah dari dalam negeri AS sendiri. Konon, ini merupakan Pemilu terbesar sepanjang sejarah AS. Terbesar, pertama dalam artian begitu antusiasnya masyarakat AS memberikan suaranya kepada calon unggulannya. Terbesar, karena mahalnya biaya yang dikeluarkan masing-masing kandidat. Sepanjang 2007, kandidat calon presiden Partai Demokrat masing-masing Barack Obama dan Hillary Clinton telah menghabiskan ratusan miliar untuk kampanyenya. Hal yang tidak jauh berbeda belanja yang dikeluarkan kandidat calon dari Partai Republik. Pemilu akan berlangsung sepanjang tahun ke depan. Itu berarti makin berlibat-libat dana yang dikeluarkan masing-masing kandidat.
Politik memang mahal. Namun, menariknya di AS, belanja politik tidak hanya milik kandidat, namun menjadi milik seluruh masyarakat Amerika. Dana besar kampanye masing-masing kandidat berasal dari donasi pada pendukungnya. Besarnya donasi itu sangat tergantung sejauh mana kapabilitas dan popularitas masing-masing calon. Kalau konteks dana kampanye ini dikaitkan dengan KKN yang mungkin membelenggu masing-masing calon ketika terpilih nantinya, sangat tidak logis kemudian bagaimana Obama atau Clinton ber-KKN dengan ratusan ribu penyumbang yang telah secara sukarena membantu dana kampanyenya.
Peran publik dalam dana kampanye kandidat calon presiden di AS sangat menarik untuk ditelaah. Menjadi sebuah bukti partisipasi kecerdasan demokratisasi. Kalau membuat analoginya dengan Indonesia, di sini justru kandidat harus menyediakan sejumlah uang untuk menyogok para pemilihnya. Itu dinamakan money politics. Hal ini terjadi karena masyarakat tidak melihat Pemilu sebagai bagian yang penting tentang nasib mereka sendiri. Dengan kenyataan itu, tak heran kalah atau menang kandidat pemimpin di Indonesia sama-sama dibuat stres. Yang menang, harus membalas budi, yang kalah makin stres karena sudah kehabisan materi dan energi. Namun, di AS, ketika peran publik sangat besar dalam dana kampanye, masing-masing kandidatpun tak perlu merasa rugi kalau akhirnya kalah. Dan tradisi demokrasi di Amerika Serikat sendiri begitu gentelmen menerima kekalahan. Tradisi yang tidak dimiliki oleh calon-calon pemimpin di Tanah Air.
Pemilu pendahuluan AS juga memberi gambaran yang berharga tentang kebesaran hati dalam pertarungan politik. Sejak awal, pemilihan pendahuluan, baik di Partai Demokrat maupun Republik awalnya muncul seambrek kandidat. Masyarakat kemudian menguji sejauh mana mereka bisa diterima. Dalam perjalanan, kandidat yang mendapat dukungan minus dari pemilih mundur dengan teratur. Tak ada yang di antaranya kemudian menjadi penentang bagi yang lain. Tradisi menerima kekalahan secara kesatria menjadi sisi lain dari politik Amerika.
Kondisi yang berbeda ditampilkan wajah politik Indonesia. Kandidat yang kalah buru-buru menjadi oposan bagi yang lain. Bahkan, sudah kalah telak masih berhasrat untuk menjadi pemenang. Bayangkan rival Goerge W. Bush, Al Gore yang kalah tipis dalam Pemilu 2003, namun Al Gore buru-buru menyampaikan selamat kepada Bush di awal pengumuman kemenangannya. Bayangkan sekian tahun dikalahkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono, mantan Presiden Megawati Soekarno Putri tetap menjadi pengkritik yang pedas bagi SBY tanpa mengkaji secara porposional kepemimpinannya di masa lalu. Yah, begitulah. Ini Indonesia, Bung! Pastinya bukan Amerika. A.R. Rizal
1 komentar:
memang,US election kali ini, menempatkan kandidat2 kuat yang akan membawa amerika ke arah yang lebih baik. Saya pendukung Hillary low, mungkin karena saya perempuan kali ya.
saya orang palanta, nama:lily, salam kenal..
Posting Komentar