Jumat, April 11, 2008

Panti Rehabilitasi Waria

MANUSIA jadi-jadian, lelaki setengah wanita dan banyak lagi penyebutan diskriminatif terhadap waria atau bencong. Ada yang mencaci, ada pandangan yang terlalu liberal justru sangat membela mereka. Namun, apapun bentuk penilaian terhadap waria, mereka itu ada di tengah-tengah masyarakat, mereka menjadi realitas.
Secara psikologis, laki-laki dan perempuan memiliki kecendrungan yang sama. Kalau buku terkenal Man From Mars, Women From Venus mengupas sisi-sisi yang membedakan antara laki-laki dan perempuan, namun dalam banyak sisi keduanya tidak bisa dibedakan secara kontras. Laki-laki punya sisi feminisme yang identik dengan perempuan. Buktinya, laki-laki juga suka berdandan. Perempuan sebenarnya juga punya sisi maskulin yang identik dengan laki-laki. Buktinya, banyak perempuan yang menjadikan olahraga keras seperti karate sebagai hobi. Pada batas-batas tertentu, kemenonjolan masing-masing sisi ini adalah wajar. Wajar kalau ada laki-laki yang lebih lembut dan wajar juga ada perempuan yang lebih tomboy.
Lelaki feminis banyak dalam kehidupan sosialnya memiliki jalan hidup yang normal. Mereka punya pekerjaan, status sosial hingga berkeluarga. Namun, ada yang terjebak dalam kehidupan yang tidak normal, memiliki orientasi seksual yang menyukai sesama jenis atau mengindetifikasikan diri sebagai perempuan. Pada posisi ini, keberadaan waria menjadi persoalan sosial yang sepatutnya mendapat perhatian serius.
Banyak lelaki feminis yang tetap hidup normal, namun banyak juga di antara mereka terjebak dalam masalah sosial. Bukan rahasia lagi, banyak waria yang mengerjakan profesi menyimpang menjadi Lelaki Pekerja Seks Komersial. Dalam kasus ini sebenarnya mereka bermasalahnya sama dengan gigolo ataupun Pekerja Seks Komersial. Waria yang berprofesi ganda sebagai LPSK ini sudah marak, namun ironisnya tidak ada upaya untuk menyentuh mereka, seperti langkah progesif yang dilakukan dalam mengatasi PSK.
Dalam sebuah rubrik pembaca di sebuah media lokal Padang, ada warga yang mengeluhkan waria yang melakukan praktek seks di jalan-jalan di Kota Padang. Pejabat bersangkutan dari Satpol PP Padang mengunkapkan sudah berulang kali para waria itu ditertibkan. Ditangkap, sebentar kemudian mereka dilepaskan. Persoalannya, tidak ada tempat untuk membina mereka, seperti panti rehabilitasi yang khusus disiapkan buat para PSK.
Waria dalam kehidupan sosial dihimpit pada kondisi yang dilematis. Secara sosio-kultural mereka dipandang sebelah mata, bahkan cendrung dijauhi, namun di sisi lain mereka sangat rentan memicu persoalan sosial. Perilaku waria, terutama yang mendapatkan perlakuan diskriminatif sangat rentan terjebak dalam perilaku menyimpang. Banyak yang tidak memiliki kompetensi akhirnya memilih menjadi LPSK untuk bertahan hidup.
Waria yang terjebak perilaku menyimpang sangat rentan terinfeksi penyakit menular seksual, terutama HIV/AIDS. Mereka yang menjadi LPSK tidak hanya mempotensikan diri mengalami penyakit menular seksual, namun juga memiliki potensi besar menyebarkannya kepada orang lain. Tentu ini menjadi persoalan serius dan tidak seharusnya dipandang dari satu sisi sebagai masalah waria, namun menjadi masalah sosial secara umum.
Aktifitas waria sebagai LPSK juga berpotensi besar terjebak dalam kriminalitas. Praktik mereka mencari mangsa di jalan-jalan sangat beresiko menjadi korban kriminalitas atau bahkan justru menjadi perilaku kriminal itu sendiri. Keberadaan mereka beroperasi di jalan-jalan akan memicu tingginya kriminalitas yang tentunya menjadi persoalan mendasar dalam kehidupan sosial. Pada akhirnya, masihkan waria dipandang sebelah mata dan membiarkan mereka dengan segala ironi yang terjadi?
Waria yang terjebak sebagai LPSK seharusnya dipandang sebagai persoalan sosial yang perlu mendapatkan perhatian. Selama ini, tidak ada mekanisme ataupun kebijakan untuk memfasilitasi mereka. Tidak bisa dinafikan, waria sebagai LPSK itu ada dan menjadi realitas sosial. Lalu, apakah kemudian mereka dibiarkan berkeliaran atau ditangkap sebentar untuk kemudian dilepaskan lagi untuk berkeliaran lagi di jalanan. Untuk memutus mata rantai persoalan tersebut harus ada kebijakan progresif yang memfasilitasi mereka. Layaknya PSK, waria yang berjualan seks seharusnya mendapat pembinaan melalui panti rehabilitasi.
Seperti juga PSK, LPSK banyak yang terjebak pada praktik menjual diri karena desakan hidup. Menjauhkan mereka dari perilaku menyimpang itu sangat penting memberikan bekal bagi mereka untuk bisa mandiri dengan pekerjaan yang baik. Selain itu , ada pembinaan mental dan spiritual yang mendorong mereka untuk bisa hidup secara normal dan diterima di tengah-tengah masyarakat. A.R. Rizal

Tidak ada komentar: