Rabu, April 23, 2008

Politik Akronim dalam Pilkada

POPULARITAS memiliki arti penting dalam pertarungan di setiap Pemilihan Kepala Daerah. Untuk popularitas itu, calon kepala daerah dan tim sukses masing-masing menggunakan tangan komunikasi. Pencitraan di depan publik sangat penting untuk mendongkrak popularitas. Tidak mengherankan kemudian, Pilkada menguak sisi fenomenal tentang kreativitas komunikasi politik yang dilakukan melalui jargon-jargon bahasa.

Jargon-jergon bahasa memiliki peran penting dalam membangun pencitraan di hadapan publik. Bahasa jargon itu bisa melalui slogan, bahasa visi dan misi dan yang paling banyak dilakukan adalah melalui akronim nama calon. Beberapa Pilkada yang berlangsung di tanah air, jargon akronim nama cukup efektif sebagai alat pencitraan di depan publik, walaupun memang tidak menjadi faktor utama yang menentukan kemenangan seorang calon kepala daerah.

Sejauh mana efektifnya jargon bahasa itu dalam pencitraan politik. Pemilihan awal calon Presiden Amerika Serikat bisa menjadi contoh. Selain fenomela dengan latar belakang hidupnya yang dilahirkan dan dibesarkan dari keluarga multi ras, cerdas dan memiliki integritas, salah seorang kandidat presiden dari Partai Demokrat Barack Obama dikenal dengan slogan kampanyenya change, we can believe. Slogan yang singkat itu menjadi bahasa yang sangat komunikatif mewakili keinginan masyarakat Amerika Serikat yang memang haus akan perubahan. Deretan kata yang singkat, namun menjadi senjata yang efektif mendongkrak popularitas Obama.

Slogan kampanye Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Bersama Kita Bisa, bisa juga menjadi contoh lain. Sederhana, namun cukup efektif mengkomunikasikan keinginan masyarakat Indonesia di mana usai reformasi, semangat rekonsilidasi menjadi tajuk yang marak di tengah masyarakat. Dalam slogan itu ada semangat perubahan yang memang selalu efektif sebagai bahasa politik.

Pilkada untuk pemilihan Gubernur Sumbar tahun 2004 lalu menggambarkan betapa efektifnya bahasa akronim sebagai komunikasi politik. Gamawan Fauzi dan Marlis Rahman tampil dengan akronim nama keduanya Gamma. Memang banyak faktor yang mendukung kemenangan pasangan ini, namun dari sisi komunikasi, slogan Gamma cukup efektif. Gamma itu istilah yang umum dikenal masyarakat. Bisa mengacu kepada sebuah lembaga pendidikan yang sudah menasional atau mengacu istilah Fisika yang banyak dikenal oleh kalangan intelektual. Sebagai bahasa politik, akronim Gamma itu populis dan secara langsung berdampak terhadap popularitas Gamawan Fauzi dan Marlis Rahman sebagai calon gubernur dan wakil gubernur.

Dalam Pilkada Jawa Barat yang baru saja berlangsung, kekuatan bahasa akronim juga memberi dampak signifikan mendukung popularitas calon. Ada tiga pasang calon bertarung, masing-masing Danny Setiawan-Iwan R. Sulandjana yang punya akronim nama Da'i, Agum Gumelar-Nu'man Abdul Hakim punya akronim Aman dan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf dengan akronim Hade. Pilkada Jabar memenangkan pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf. Singkatan nama keduanya Hade ternyata cukup efektif mendukung popularitas keduanya. Hade secara akronim memang tidak menjadi sebuah kata yang memiliki makna tersendiri. Walaupun tak memiliki makna mendasar, namun akronim tersebut muncul sebagai istilah baru yang mewakili keinginan pemilih di Jawa Barat yang menghendaki lahirnya pemimpin baru. Sementara, nama Aman tidak cukup bersahabat dengan Jawa Barat yang sudah dari awal termasuk daerah yang aman di Indonesia. Demikianpun Da'i, tidak cukup efektif mewakili religiusitas masyarakat Jawa Barat yang lebih heterogen.

Pilkada Sumatra Utara menghadirkan sisi menarik dari pertarungan slogan nama ini. Ada lima pasang calon, yaitu Ali Umri-Maratua Simanjuntak yang punya akronim Umma, Tritamtomo-Benny Pasaribu dengan Triben, RE Siahaan-Suherdi dengan Pass, Abdul Wahab Dalimunte-Raden M. Syafe'i dengan Waras dan Syamsul Arifin-Gatot Pujo Nugroho dengan akronim Syampurno. Pilkada kemudian memenangkan Syamsul Arifin-Gatot Pujo Nugroho yang menjawab kesempurnaan akronim keduanya, Syampurno.

Akronim nama pasangan calon kepala daerah dalam Pilkada Sumut cukup kreatif. Pass misalnya, akan membangun asosiasi kepada salah satu grup musik terkenal di Tanah Air. Tentu akronim ini cukup efektif untuk membangun popularitas di kalangan pemilih muda. Syampurno, dari sisi pengistilahan, keduanya mewakil kelebihan dari pasangan lain. Namun, betapapun bagusnya akronim yang diciptakan, sejauh mana itu efektif sebagai bahasa politik harus dilihat pula secara kontektual. Misalnya, nama Pass cukup mewakili anak muda, namun kalau konteks pemilih lebih menginginkan figur yang religius, akronim itu tidak cukup efektif sebagai bahasa politik.

Apalah arti sebuah nama. Demikian bahasa awam menyebutnya. Namun, nama memiliki kekuatan dalam bahasa komunikasi, termasuk juga komunikasi politik. Nama yang baik, secara efektif akan menciptakan asosiasi kepada masyarakat sebagai pemilih. Kalau asosiasi ini diterima dengan baik dan mewakili keinginan pemilih, ketika itu nama menjadi bahasa popularitas yang efektif.

Secara umum, pendidikan politik masyarakat di Tanah Air masih sangat terbatas. Kecendrungan mereka untuk memilih banyak ditentukan sikap pandang subjektif, bahkan primodial. Karena itu, jargon-jargon politik, baik dalam bentuk bahasa visi-misi maupun akronim nama memiliki peran penting dalam membangun asosiasi di benak masyarakat yang akan mendorong mereka untuk menentukan pilihan. Bahasa sederhananya, masyarakat yang pragmatis dalam memilih, daripada susah mengingat nama, lebih baik memilih berdasarkan istilah yang paling lekat di memorinya.

Dalam kancah Pilkada, kekuatan figur ternyata tidak menjadi satu-satunya penentu kemenangan. Pilkada telah melahirkan fenomena baru terhadap pertarungan kreativitas bahasa. Banyak faktor yang mendorong kemenangan para kandidat dalam Pilkada, namun soal bahasa politik, penciptaan jargon dan istilah menjadi hal yang perlu penggaraban secara khusus. Pilkada sekaligus menjadi pertarungan bagi para kreator bahasa untuk menciptakan jargon dan istilah yang di satu sisi akan memperkaya khasanah bahasa Indonesia. A.R. Rizal

Tidak ada komentar: