ENTAH terinspirasi oleh kemenangan Irwandi Yusuf sebagai Gubernur Aceh, maju sebagai calon independen dalam pesta Pemilihan Kepala Daerah agaknya menjadi semacam trend. Apalagi, dibukanya kran bagi calon independen memicu euphoria. Walaupun syaratnya tak gampang, musti mengumpulkan dukungan perorangan yang banyak, namun tak menyurutkan hasrat banyak orang.
Mulai dari nama yang biasa-biasa saja, tokoh beken pun ikut bertarung di Pilkada lewat jalur independen. Entah kecewa dengan partai politik, karena sempat dilirik sebagai calon walikota di kampung halamannya, Payakumbuh, dosen IPDN yang kontroversial, Inu Kencana maju lewat calon independen di Pilkada pemlihan gubernur Riau. Mantan Kapolda Metro Jaya Sjofyan Jacoeb menjadi yang pertama maju sebagai calon independent dengan mengumpulkan ribuan dukungan. Di Padang, mulai dari mantan camat hingga kepala dinas juga memproklamirkan diri maju lewat calon independen. Sekadar ikut-ikutan, menguji popularitas atau memang karena kekecewaan terhadap partai politik?
Sekadar ikut-ikutan, tentu alasan yang mubazir untuk tampil lewat jalur independen. Bagaimanapun untuk bisa maju, memenuhi syarat dukungan, biayanya tidaklah murah. Ada ribuan bahkan ratusan ribu dukungan yang harus dikumpulkan. Butuh modal investasi, minimal untuk tim sukses. Sekadar menguji popularitas, alasan ini lebih masuk akal. Popularitas sangat penting dalam pencalonan independen, minimal untuk mendapatkan dukungan untuk pencalonan.
Alasan kekecewaan terhadap partai politik, banyak yang memicu tampilnya calon independen. Kekecewaan itu disebabkan rumitnya struktur pencalonan lewat partai politik, terutama terkait dengan besarnya ongkos yang harus dikeluarkan. Banyak juga yang tidak yakin dengan efektivitas partai politik. Dalam banyak Pilkada, mesin partai ternyata tidak terlalu menentukan.
Dalam Pilkada Jawa Barat misalnya, calon gubernur Agum Gumelar yang didukung banyak partai atau Danny Setiawan yang didukung partai pemenang Pemilu di Jabar ternyata dikalahkan calon partai kecil PKS yang menggusung pasangan Hade. Demikianpun dalam Pilkada di beberapa daerah, misal Sumatera Utara hingga Jawa Tengah, ternyata mesin politik partai besar tumpul. Stigma dukungan partai tidak menjamin dalam kesuksesan di Pilkada menjadi faktor lirikan terhadap calon independen.
Kejelian partai politik dalam memilih figur calon menjadi faktor yang sangat menentukan di berbagai Pilkada. Faktor figur yang populer dan diterima baik oleh masyarakat menjadi mesin yang paling menggerakkan kemenangan di Pilkada. Dalam banyak kasus, partai politik hanya sebagai kendaraan sesaat untuk memenuhi ketentuan di Komisi Pemilihan Umum, banyak calon Pilkada yang lebih yakin dengan ketokohan dirinya.
Namun, terlalu dini menilai efektivitas calon independen di Pilkada. Irwandi Yusuf di Aceh hanyalah sebuah kasus. Sebuah kejadian khusus yang diberlakukan dalam kebijakan khusus terhadap Aceh pasca perundingan damai antara pemerintah dan GAM. Banyak faktor yang menentukan kemenangan Irwandi, tentu tidak semata-mata karena popularitasnya sebagai mantan petinggi GAM. Namun, ada faktor yang lebih menentukan adalah keinginan masyarakat Aceh untuk tampilnya figur sepert Irwandi sebagai pemimpin. Nah, mempertanyakan ini terhadap calon independen di berbagai Pilkada yang akan segera dihelat di sejumlah daerah di tanah air, jawabannya tentu akan sangat berbeda. Sejauh mana kerinduan masyarakat terhadap calon independen, sebenarnya sama dengan membuat pertanyaan umum, sejauh mana masyarakat menginginkan tampilnya pemimpin terbaik untuk membawa nasibnya ke arah lebih baik. Pertanyaan ini juga berlaku bagi setiap kanidat calon kepala daerah, apakah maju lewat jalur independen ataupun lewat parpol.
Calon yang buruk di mata publik, mau lewat jalur independen, partai besar atau partai kecil, peluang kemenangan itu tetap saja tipis. Banyak faktor yang menentukan kemenangan di Pilkada, tidak cukup sampai pada pencalonan di KPU. Itu baru awal dan banyak lagi mesin politik yang harus digerakkan.
Yang pasti, calon independen merupakan kemajuan baru dalam perpolitikan Indonesia. Memberikan nuansa baru dan banyak pilihan bagi masyarakat untuk memilih calon pemimpin terbaiknya. Namun, bagaimana calon independen menjadi faktor penentu kemenangan, itu baru akan dijawab dalam Pilkada pemiligan gubernur Lampung yang akan segera dihelat. Pilkada Lampung yang pertama menghadirkan calon independen dengan pemenuhan syarat dukungan sesuai ketentuan Undang-Undang. Apakah pemimpin lewat jalur independen benar-benar menjawab keinginan masyarakat, menjadi hasil terbaik, pengujiaannya masih panjang. A.R. Rizal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar