Kamis, September 04, 2008

Malam, seperti Dua Puluh Tahun lalu

TANDAI-Perempuan tua itu menatap dari balik jendela rumahnya. Sudah 20 tahun lebih, bangunan kecil terbuat dari beberapa bilah kayu itu tidak cukup untuk disebut sebagai rumah, namun lebih mirip sebuah pondok.
Gubuk kecil itu berada di tengah semak di Jorong Tandai Kabupaten Solok Selatan. Berjalan beberapa langkah lagi di ujung jorong itu, maka akan sampai di kabupaten tetangga, Dharmasraya. Di sudut lain bisa sampai di kabupaten provinsi tetangga, Kerinci.
Gindo Tan Ameh, datang pertama kali di Jorong Sei Tandai, jorong yang lebih terluar dari Jorong Tandai sekitar 1985. Daerah itu masih hutan belantara. Lelaki asal Alahan Panjang itu datang untuk berladang. Sudah 23 tahun, Tandai sudah menjadi kampung. Namun, menjelang malam di sana tetap sama seperti puluhan tahun lalu.
Kalau dulu Tandai menjadi kampung yang paling ujung di Kabupaten Solok, setelah mekar Kabupaten Solok Selatan, jorong itu menjadi dekat dengan ibukota kabupaten baru itu. Dari pusat perkantoran pemerintahan di Golden Arm, berjarak sekitar 15 km. Sepanjang 10 km ke sana bisa menikmati aspal mulus jalan lintas provinsi Jambi. Lima km lagi setelah melewati Jorong Sei Tandai yang dihuni 40-an KK, jalan ke Jorong Tandai tak nyaman lagi buat kendaraan.
Dua tahun lalu, jalan tanah sudah dibuka ke Tandai, lengkap dengan jembatan-jembatan kokoh. Namun, kalau musim hujan, jangan berharap bisa melewati jalan itu tanpa tertahan di tengah belantara di antara lumpur dalam dan bukit terjal. Sekarang, untuk keluar-masuk kampung warga Tandai mengandalkan jasa motor ojek. " Kini, kalau sampai ke jalan lintas diminta Rp40 ribu," ujar seorang ibu muda di rumahnya yang sederhana.
Ibu muda itu sebenarnya sedang asyik bercerita dengan pemilik rumah yang lain, dari tadi mereka membicarakan sebuah acara reality show yang ditayangkan di sebuah televisi swasta. " Sayang indak sampai manang, tapi lah populer inyo mah. Apolagi inyo ka manatap di Jakarta," ujar ibu muda itu lagi.
Pembicaraan keduanya tentang salah seorang putra Solok Selatan yang berhasil tampil di di televisi swasta nasional dalam ajang pencarian bakat menyanyi dangdut. Ibu mudah itu sering menonton televisi di rumah sederhananya di Tandai, namun sejak putra Solok Selatan tak muncul lagi di televisi, acara menontonnyapun berkurang. Namun, bukan itu saja yang membuatnya jarang menonton televisi, di Tandai listik PLN memang belum masuk. Untuk menonton televisi dan menghidupkan lampu di malam hari warga biasanya menggunakan accu atau genset. Inilah masalahnya, sejak harga BBM naik, banyak yang tidak kuat lagi memakai genset.
Menurut Tasirin yang sudah menetap sejak 1992, sejumlah warga Tandai yang punya sedikit kelapangan ekonomi mampu membeli genset untuk penerangan. Namun, mesin itu hanya bertahan menghidupkan selama lima jam setiap malam, karena biayanya yang sangat mahal. Untuk waktu lima jam itu dibutuhkan dua liter bensin, sehingga setiap hari biayanya mencapai Rp14 ribu. " Paliang banyak di siko mamakai lampu minyak," ujar Tasirin.
Beberapa tahun lalu terang Tasirin memang ada pembangkit listrik tenaga mikro hydro. Namun, pembangit bantuan pemerintah itu tak lagi berfungsi karena warga tidak mampu menyediakan jaringan kabel sampai ke rumah masing-masing.
Tak berhenti pada persoalan listik, jalan menjadi persoalan lain yang membelit kehidupan masyarakat Tandai. Jalan sudah dibuka, namun penuh terjal yang hanya bisa dilewati kendaraan khusus. Untuk menuju pusat keramain di ibukota Kabupaten Solok Selatan di Padang Aro sekadar membeli kebutuhan harian, warga Tandai harus mengeluarkan biaya yang relatif besar.
Jorong ini sebenarnya sangat dekat dengan kabupaten tetangga Dharmasraya, bahkan di sini ada sebuah perkebunan besar. Ironisnya, kendaraan yang mengangkut hasil berkebunan ini tiap hari keluar masuk lewat kabupaten tetangga karena akses jalan yang lebih baik, daripada melewati Jorong Tandai. Padahal, perkebunan besar itu berada di wilayah Solok Selatan.
Warga Tandai juga tak banyak yang bekerja yang di perkebunan besar itu. Tasirin mengaku, salah seorang family-nya pernah bekerja sebagai security. " Di sini kita mengolah kebun sendiri," ujarnya.
Tandai sudah punya sekolah dasar, SMP juga sudah. Puskemas pembantu sudah dibangunkan, seperti Tasirin dan warga Tandai lainnya, masuknya jaringan listrik PLN tak pernah hilang dari harapan.
Menjelang malam, istri Tasirin yang dari tadi mendampinginya menuju ke arah dapur rumah kayu kecilnya. Ia membawa sebuah lampu minyak untuk dihidupakan. Tasirin sendiri beranjak keluar. Ia bergegas mencari tumpangan ojek untuk pergi ke kalan lintas demi suatu urusan. " Kalau hujan, bisa tak balik malam kini," akhirnya. A.R. Rizal

Tidak ada komentar: