Kamis, November 06, 2008

Obama, Sejarah yang tak akan Sama

PESTA demokrasi paling bersejarah di Amerika Serikat selesai dihelat. Sesuai banyak prediksi, Pemilu Negeri Paman Sam itu menorehkan sejarah penting bagi negeri tersebut, bahkan dunia. Pemilu ini menjadi yang paling besar dengan tingkat partisipasi pemilih mencapai 65 persen. Yang lebih penting adalah, terpilihnya seorang presiden AS pertama dari keturunan Afro-Amerika, Barack Obama.

Kemenangan Obama menjadi inspirasi bagi seluruh rakyat Amerika yang sedang berjuang melawan krisis ekonomi. Lebih luas lagi, Obama menjelma menjadi inspirasi bagi masyarakat dunia, mulai dari sebuah kota kecil di Jepang yang bernama sama dengan Obama, kampung kecil di Kenya, tempat nenek dan ayah kandung Obama dilahirkan, hingga sebuah sudut rumah di Menteng Jakarta. Semua larut dalam Obamania, inspirasi terhadap pergaulan global yang lebih damai dan memberikan harapan.

Bagi Obama sendiri, setelah dilantik menjadi orang nomor satu di White House, sejumlah pekerjaan berat menunggu. Tugas utama itu adalah menyelamatkan Amerika dari kebangkrutan ekonomi. Tugas lainnya, terkait dengan nasib 150 ribu lebih tentara AS yang kini berperang di Iraq dan Afganistan. Apakah lelaki 47 tahun itu mampu mewujudkan American Dreaming, jawabannya belum tersurat setahun atau dua tahun ke depan. Namun, semangat Yes, We Can yang menjadi slogan kampanye Obama telah berhasil menginspirasikan banyak orang di dunia.

Belajar dari kesuksesan, inspirasi ini yang banyak mendorong untuk merujuk pandangan ke Obama. Dalam ranah perpolitikan di tanah air, Obama bahkan tidak segan-segan secara gamblang dijadikan iklan kampanye. Lihatlah di jalan-jelan utama Ibukota Jakarta, dengan bangganya Ketua Partai Persatuan Daerah, Oesman Sapta menggandeng wajahnya dengan senyum Obama yang khas. Tidak jelas relevansinya antara PPD dengan Obama, atau Obama dengan Indonesia. Tidak jelas apa yang telah diberikan Obama bagi Indonesia, kecuali masa empat tahunnya sebagai kanak-kanak di Menteng yang tidak terlalu menyenangkan bagi Obama sendiri. Sekadar latah, namun begitulah cara-cara iklan politik saat ini sedang ramai-ramainya.

Belajar dari keberhasilan memang sesuatu yang dianjurkan. Namun, belajar dari kegagalan jauh lebih baik. Banyak yang memuja kemenangan Obama, namun sedikit yang mau melihat kegetiran hidup Presiden Amerika itu. Hidup berpindah-pindah di banyak negara, ditinggal ayah kandungnya dalam usia muda, merasakan getirnya hidup di pemukiman padat Jakarta, hingga menjadi yatim-piatu ditinggal ibu kandungnya, sehingga banyak bergantung kepada sang nenek, menjadi Presiden AS, jalan panjang telah dilalui Obama. Pertanyaan kemudian, cukupkah dengan memajang wajah presiden kulit hitam itu, atau mencontek slogan kampanyenya menjadi alasan yang kuat untuk bisa menjadi calon pemimpin hebat?

Obama telah mencatat sejarahnya sendiri, sejarah bagi Amerika, bahkan sejarah bagi dunia. Obama akan menjadi sejarahnya sendiri. Tidak akan lahir Obama-Obama lainnya, di tempat atau pada kesempatan lainnya. Sejarah akan menciptakan orang-orang terbaik di zamannya dan di tempatnya. Percayalah, Obama tidak akan lahir di Indonesia, karena Indonesia bukan Amerika. O A.R. Rizal

Tidak ada komentar: