TUDINGAN miring kembali dialamatkan kepada gedung DPR-RI di Senayan Jakarta. Kisah miring tentang anggota dewan yang terhormat yang tertangkap tangan menerima uang suap kembali terjadi. Abdul Hadi Djamal, anggota DPR-RI menambah hasil tangkapan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap anggota dewan.
Sebelum Djamal, sejumlah anggota dewan sudah digelandang KPK ke penjara. Ada Bulyan Royan, hingga yang paling panas gosipnya tentang Al Amin Nasution yang kasusnya menyengat pula sebagai santapan infotaimen. Kasus-kasus sejenis terjadi juga di daerah melibatkan anggota DPRD, bahkan sampai kasus yang memalukan tentang perbuatan asusila.
Lembaga legislatif tidak sekadar terpukul, namun ditampar habis-habisan. Nihil sudah makna anggota dewan sebagai wakil rakyat yang terhormat. Ibarat nira setitik, rusak susu sebelanga. Ulah segelintir oknum anggota dewan yang tidak kuat iman, lembaga legeslatif mengalami pemakzulan, kehilangan kepercayaan masyarakat.
Sejauh mana kemudian kasus-kasus yang menjadi aib lembaga legislatif menjadi bomerang bagi eksistensi lembaga negara tersebut? Secara informal, ada pandangan miring dari masyarakat. Secara tidak langsung, apapun yang tersebutkan tentang lembaga legislatif akan dipandang sebelah mata. Tak heran kemudian hal itu berdampak sangat besar membangun apatisme masyarakat tentang calon-calon anggota legislatif yang akan mereka pilih.
Citra buruk lembaga legislatif setidaknya akan mempengaruhi sikap masyarakat terhadap wakil mereka. Sangat dikhawatirkan kemudian, sikap itu mengarah pada apatisme yang berujung pada pilihan untuk tidak menggunakan hal pilih dalam Pemilu legislatif. Kemudian, apakah sikap apatis ini menjadi pilihan yang terbaik, apalagi untuk sebuah visi perubahan dalam membentuk tatanan hidup berbangsa dan bernegara yang lebih baik lagi?
Persentase pemilih yang menggunakan hak pilihnya memang tidak bisa menjadi ukuran baik atau buruknya sebuah proses pemilihan. Namun, semakin besar jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih bisa menjadi ukuran terhadap berkualitasnya sebuah proses pemilihan. Dinamika pemilih inilah yang akan membangun daya kritis, sehingga pemilih semakin cerdas dalam menentukan pilihannya.
Banyaknya pilihan, banyaknya pemilih, maka semakin selektiflah hasil dari proses pemilihan tersebut. Dengan demikian ada setitik asa akan munculnya wakil rakyat yang terbaik yang memang berjuang untuk rakyatnya. Banyaknya pilihan, banyaknya pemilih akan membuka ruang yang lebih besar terjadinya seleksi alam, sehingga wakil rakyat yang kemudian lulus dari seleksi tersebut adalah mereka yang baik, walaupun realitasnya mereka berada di tengah-tengah yang buruk. Sekecil apapun peluang untuk mendapatkan calon wakil rakyat yang baik, peluang itu harus diambil. Konsekuensinya adalah, pemilih dengan cerdas menggunakan dan menentukan pilihannya. Satu suara itu harus diartikan sebagai sebuah pilihan yang sangat berharga. A.R. Rizal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar