EUPHORIA kampanye benar-benar membuat fanatik partai politik lupa diri. Belum berselang beberapa hari, rentetan pelanggaran kampanye hingga yang merembet ke jalur hukum seperti enggan dibendung. Pelanggaran yang selalu terjadi, membawa anak-anak, hingga pelanggaran lalu lintas yang betendentisaikan pelanggaran hukum.
Apakah semua pelanggaran itu tak pernah diketahui. Tentu tidak, karena aturannya tidak pernah berubah. Pemilu bukan kali ini, kampanye bukan yang pertama. Beragam bentuk pelanggaran itu bukannya tidak pernah terbilang, selalu diumumkan. Namun, seperti cerita klasik, episode itu kembali terulang.
Bukannya tidak paham, membawa anak-anak di bawah umur ke lokasi kampanye terbuka adalah pelanggaran. Namun, tak ada pilihan. Bagi banyak keluarga, ikut kampanye beramai-ramai semacam hiburan tersendiri. Hiburan yang menarik, karena hanya terjadi sekali lima tahun. Kalau tak sekarang, kapan lagi. Bukannya tidak tahu kalau fanatik partai politik itu tidak menggunakan helm dalam iring-iringan sepeda motor merupakan pelanggaran lalu lintas. Demikian pun berjubel di dalam mobil box terbuka. Mereka paham, mereka tahu resikonya. Namun, itulah cara yang paling herois untuk menunjukkan kecintaan kepada partai politik pilihannya. Ekspresi yang hanya bisa dilampiaskan sekali lima tahun.
Apakah sosialisasi Pemilu gagal, ketika begitu banyak pelanggaran kampanye terjadi? Ada mungkin yang mempersoalkannya dengan kualitas pelaksanaan Pemilu itu sendiri. Semakin banyak pelanggaran, berarti semakin tidak berkualitas pelaksanaan Pemilu itu sendiri. Namun, ada sisi-sisi fanatisme yang tidak bisa terbantahkan dalam belanga masyarakat modern yang paling rasional sekalipun. Fanatisme inilah yang kerap memercikan pelanggaran itu. Bahasa sederhananya, euphoria kadang-kadang begitu mudah mengalahkan logika.
Euphoria, fanatisme adalah sisi-sisi yang tak terpisahkan dalam proses demokrasi, apalagi dalam tataran kampanye. Ia bisa menjadi benalu atau justru menjadi bumbu yang menghidupkan kampanye itu sendiri. Ibarat sebuah pesta, tanpa bumbu-bumbu itu, maka pestanya akan terasa biasa-biasa saja.
Kampanye menjadi ajang bagi banyak orang untuk melampiaskan euphoria, fanatisme dan simbol-simbol komunitas yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pencitraan manusia. Selama euphoria itu dikelola dengan baik, ianya akan menjadi seni tersendiri dalam pelaksanaan kampanye. Cuma, segala sesuatu yang berlebihan, apapun itu, dampaknya selalu tidak membaikkan. Masyarakat agaknya sudah cerdas untuk memenej semua ini. A.R. Rizal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar