SEPERTINYA baru kemarin tsunami yang menewaskan ratusan ribu orang terjadi di Aceh. Rasanya, baru gempa Jogja, Bengkulu masih terngiang-ngiang di telinga. Tanah basah, korban gempa di seputaran kaki Gunung Merapi belumlah kering. Baru beberapa pekan gempa besar melanda Sumbar terjadi, namun kita sudah mulai lupa bagaimana menghadapi bencana yang memilukan tersebut.
Ada sebuah cerita menarik yang dimuat salah satu media lokal di Padang. Kisah korban gempa yang rumahnya hancur. Gempa yang terjadi tahun 2007 lalu sempat menghancurkan sejumlah rumah di Kota Padang. Belum sempat rumahnya diperbaiki, rumah itu kini benar-benar hancur tak berbentuk ketika gempa datang lagi. Banyak cerita tragis seperti ini. Kenyataannya, banyak korban gempa tahun 2007 lalu yang tak kebagian bantuan.
Bagaimanakah nasib korban gempa tahun 2007 itu? Jangan ditanyakan. Mengeluh ke ujung langitpun, bantuan perbaikan rumah itu tak kunjung datang. Entah di mana dana bantuan itu. Apakah pernah ada atau di awang-awang. Kini, telah datang pula bencana yang lebih besar, siapa yang mau mengenang bencana 2007 silam itu?
Beberapa pekan jalan-jalan sudah ramai. Pasar-pasar sudah diserbu calon pembeli. Tempat-tempat wisata sudah ramai pula dengan pasangan muda-mudi yang berkasih sayang. Wakil rakyat sudah membuat ancang-ancang untuk pelesiran ke luar daerah. Di sepanjang rerentuhan bangunan, orang-orang berlalu-lalang, tanpa memandang heran dengan kehancuran yang disebabkan. Tak ada lagi duka, tak ada lagi tangis, setidaknya itu redup dalam hingar-bingar mereka yang tak tersentuh bencana itu sendiri.
Ada yang berbangga, ketika rakyat di negeri bencana ini begitu cepat bangkit. Mereka dipuji-puja sebagai rakyat yang kuat, rakyat yang pantang berkeluh-kesah. Begitulah adanya, tak ada yang perlu dikeluhkan dari bencana. Datang tak diduga, tak disangka. Tinggal berpandai-pandai menghadapinya saja.
Namun, bencana menjadi duka berkepanjangan bagi sebagian orang. Gempa telah menimbulkan traumatik yang sangat berat. Ada orang-orang yang tak ingin merasakan sedikit saja getaran. Berada di gedung bertingkat mereka panik. Yang lebih memilukan dari itu adalah, banyak orang-orang yang mengalami kesulitan hidup berkepanjangan akibat bencana yang datang tak berkesudahan.
Ada orang yang berkali-kali bencana, masih hidup dalam kepelikan hidup. Bantuan dan kedermawanan tak menyentuh mereka. Ketika bencana gempa besar melanda Sumbar beberapa pekan yang lalu, orang-orang seperti ini akan semakin banyak bermunculan. Hal itu karena, kita begitu gampang melupakan bencana.
Melihat puing-puing yang berserakan, melihat tenda-tenda pengungsian, melihat mereka yang hidup di rumah darurat yang ala kadarnya, kita mulai membiasakan diri menerimanya. Ketika kenyataan itu sudah dipandang biasa, kita menjadi mudah melupakan, bahwa ada duka-duka yang tak berkesudahan di balik puing-puing itu. Ketika kita merasa bangga melihat rakyat itu begitu kuat, kita menjadi lupa untuk berempati bagi mereka yang tak memiliki bathin setegar baja. Jangan pernah melupakan bencana di negeri ini. A.R. Rizal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar