Minggu, November 21, 2010

Mengalah Menang


SIAP menang, siap kalah, itu slogan yang selalu didengungkan calon kepala daerah ketika mereka memulai pertarungan di Pilkada. Sekadar pemanis di bibir, kenyataannya tidak ada yang benar-benar siap itu menerima kekalahan.

Ciri-ciri orang yang tak siap kalah adalah ketika menerima kenyataan kekalahan, hatinya teramat berduka. Sedihnya alang kepalang, seperti tak ada sekadar secuil senyum di wajahnya. Setelah hatinya gundah tak tertahankan, maka ia akan mencari-cari kesalahan.

Ada tiga tipe si kalah yang mencari-cari kesalahan itu. Pertama, ia akan mencari-cari kesalahan dirinya sendiri. Ia akan sangat menyesal, merasa kurang bekerja maksimal untuk meraih kemenangan, merasa kurang cerdas untuk memuluskan kemenangan, hingga merasa kurang banyak mengeluarkan uang untuk kemenangannya. Kalau tipe menyalahkan diri sendiri tak masalah. Biasanya, orang yang tidak mampu menghadapi kesalahan atas dirinya sendiri, paling berdampak pada dirinya sendiri. Ujungnya, kegilaan. Dan sudah jadi rahasia umum, banyak calon kepala daerah yang berakhir di rumah sakit jiwa.

Kedua, kalau sudah bosan menyalahkan diri sendiri, si kalah akan menyalahkan orang-orang di dekatnya. Tak hanya tim suksesnya, istri dan anak pun akan dipersalahkan. Dan ketiga, kalau orang-orang di sekitarnya sudah bebal untuk dipersalahkan, maka si kalah akan mencari-cari kesalahan lawannya. Ini rumitnya, karena bisa berujung pada konflik horizontal yang berkepanjangan.

Perkara menang atau kalah itu wajar dalam sebuah kompetisi. Namun, ajang pemilihan kepala daerah sejatinya bukan kompetisi yang mencari menang atau kalah. Hal itu karena, Pilkada bukan mencari pemenang, namun mencari pemimpin. Kalau setiap calon kepala daerah merasa kepemimpinan itu sebagai amanah, maka tak perlu ada kata-kata menang atau kalah.

Mengapa kemudian ada calon kepala daerah yang merasa kalah dan sangat terpukul dengan kekalahan, hingga mencari-cari kesalahan orang. Hal itu karena, sejak awal ia sudah berniat menang. Ini tentu saja niat yang salah, karena menjadi pemimpin itu bukan perkara menang atau kalah.

Perasaan kalah dalam Pilkada adalah penyakit hati. Banyak orang yang merasa hilang harapan, hilang segalanya karena hilang kekuasaan. Hal itu karena selama ini ia mengangab kekuasaan itu sebagai candu yang menyenangkan. Namun, candu itu tentu saja berbuah racun. Racunya perasaan sakit yang teramat ketika kehilangan kekuasaan. Seperti orang sakau yang menahan sakit alang kepalang ketika kehabisan candu.

Karena perasaan kalah itu masalah hati, maka obatnya adalah obat hati. Obat kalah yang mujarab itu adalah mengalah. Orang yang mengalah dengan kekalahannya sesungguhnya menjadi pemenang sejati. Selama perasaan mengalah itu tidak ada, selamanya hatinya akan terasa disayat-sayat. Sudahlah hatinya tersayat-sayat, matinya pun penasaran. *

Tidak ada komentar: