a.r. rizal
Jumat, Januari 21, 2011
Membakar Uang
SAYA senang memperhatikan orang-orang yang bernasip tidak beruntung. Itu setidaknya mengingatkan saya untuk selalu berpikir positif dengan apa yang sudah didapat. Di antara banyak orang yang tidak beruntung, dan umumnya mereka berada di jalan-jalan, pemulung menjadi pemandangan yang umum.
Orang di kampung saya menyebutnya tukang raok. Ada juga yang menamakan tukang kakeh, karena kerjanya adalah mangakeh tempat-tempat sampah, mencari barang sisa yang masih berguna. Bagi banyak orang pemulung itu hina. Namun, kalau dihitung pendapatannya, lumayan juga.
Jangan salah, pemulung itu bisa juga kaya. Tergantung tingkatan kerjanya juga. Kalau pemulung biasa, nasibnya juga biasa-biasa saja. Tapi, kalau sudah naik pangkat menjadi agen atau pengumpul barang bekas, rezkinya melimpah pula. Banyak orang menjadi kaya hanya dengan berjualan barang-barang bekas. Namun, saya tak hendak berbicara tentang pemulung yang menjadi kaya.
Ini cerita tentang seorang lelaki yang duduk berjalan dengan sebuah karung besar di pundaknya. Itu ciri yang jamak bagi seorang pemulung. Ada yang berjalan kaki dengan karung besar dan sebuah penggait atau yang mengayuh becak dengan tumpukkan barang bekas di atasnya. Ada pemulung yang lebih bertaji, memakai sepeda motor yang disulap menjadi bejak. Tergantung nasib baiknya pula, lelaki yang memikul karung besar itu tentulah pemulung yang masih biasa.
Lelaki itu kelihatan agak letih. Keringatnya nyaris habis, jalannya pun mulai tertatih-tatih. Saya menduga, hingga siang tadi, ia belum makan. Tapi, bukan itu yang membuat saya hirau. Sebatang rokok di mulutnya itu, tak pernah lepas dari mulutnya. Kalau saya hitung, beberapa menit ia berjalan, sudah lima batang rokok tanpa henti dihisapnya. Kalau dihitung sejak pagi tadi, mungkin sudah sebungkus. Itu setara dengan tiga per dua pendapatan memulungnya hari itu.
Lelaki itu sama dengan ribuan atau jutaan laki-laki lain, juga termasuk ribuan perempuan lainnya. Mereka yang mengabdikan diri untuk sebuah kesenangan mengisap rokok. Saya tak hendak membahas mengapa mereka merokok, karena sekadar alasan, banyak yang bisa dibuat-buatkan. Saya hanya ingin memotret laki-laki itu sebagai ironi besar.
Ia rela terlambat makan siang atau bahkan tidak makan siang untuk sekadar bisa mengisap rokok. Rokok itu dibeli dari uang kerja kerasnya yang bisa digunakan untuk menyekolahkan anaknya agar tidak putus sekolah. Uang itu juga bisa digunakan untuk membeli perhiasan imitasi untuk membahagiakan istrinya di rumah. Namun, lelaki itu memilih 'membakar' uangnya.
Jutaan orang membakar uang untuk sebatang rokok. Uang itu menjelma menjadi asap yang menciptakan polusi udara. Tidak hanya polusi, rokok juga menyebabkan penyakit kanker, jantung, merusak kehamilan dan janin. Rokok itu haram, menurut Majelis Ulama Indonesia. Namun jangan salah, rokok juga menyebabkan pengusahanya menjadi orang terkaya di Indonesia.
Minggu, November 28, 2010
Pemakai atau Dipakai
Dengan jumlah penduduk mencapai 200 juta lebih, Indonesia menjadi pasar teknologi informasi yang cukup besar di dunia. Dipicu tingginya tingkat pendidikan dan ekonomi, masyarakat Indonesia menjadi pemakai internet yang sangat pontensial. Tak mengherankan, dari sisi bisnis teknologi informasi, masyarakat negeri ini menjadi incaran. Terbukti dengan puluhan juta pemakai situs jejaring sosial, Indonesia menjadi pasar utama Facebook yang menjadi situs jejaring sosial terpopuler di dunia.
Semua sendi kehidupan masyarakat Indonesia saat ini tersentuh dengan internet. Ganget-ganget internet, seperti handphone murah yang bisa mengakses internet laris manis di negeri ini. Masyarakat negeri ini juga menghabiskan banyak waktu untuk berselancar di internet, karena itu perusahaan penyedia layanan internet pun panen untung. Perusahan-perusahan penyedia layanan internet menjadi perusahaan paling menjanjikan di Indonesia. Selain itu, bisnis yang berhubungan dengan internet, seperti warung internet tumbuh seperti cendawan di musim penghujan.
Banyak kampung yang kemudian berubah wujud menjadi kampung cyber. Betapa riang dan bangga mereka yang menyebut diri melek internet. Namun, di balik semua itu, Indonesia memiliki catatan buruk dalam penggunaan teknologi informasi. Masyarakat Indonesia merupakan yang terbesar pengunduh konten pornografi di dunia.
Internet memberikan dampak buruk yang tidak terbayangkan sebelumnya. Situs jejaring sosial menjadi media yang paling dominan digunakan untuk aktivitas kejahatan. Nyaris setiap hari terjadi tindakan kejahatan asusila yang dimedia oleh situs jejaring sosial. Praktik prostitusi hingga perjudian sungguh luar biasa di dunia maya. Parahnya lagi, semua kejahatan itu sebagian besar mengambil korban anak-anak dan kaum perempuan.
Ada yang salah dengan internet? Tentu saja tidak. Kalau pun ada yang konten yang salah di internet, sebagai media publik, ia netral. Teknologi informasi itu tergantung yang menggunakannya. Nah, inilah yang menjadi persoalan kita hari ini, apakah sudah menjadi pemakai yang baik.
Masyarakat Indonesia adalah pemakai internet yang sangat besar di dunia. Namun, untuk apakah potensi yang besar itu digunakan? Sebagai pemakai internet terbesar, masyarakat Indonesia adalah konsumen situs jejaring sosial terbesar, pengunduh konten pornografi terbesar di dunia.
Tak gaul, ketinggalan zaman kalau hari ini tidak mengenal internet. Kita bangga, anak-anak kita bangga mengenal internet. Kita menjadi pemakai yang baik, karena Indonesia adalah pasar internet dengan jumlah penduduknya yang banyak. Namun, apakah kita benar-benar memakai internet, memakai dalam artian menggunakan internet untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Teknologi informasi adalah salah satu alat propaganda ekonomi, politik dan sosial-budaya. Jangan-jangan, kita tidak lagi sebagai pemakai, namun malah dipakai. Kita dipakai, anak-anak kita dipakai, dirusakkan dengan internet yang meraja-lela. Karena kita tidak bisa menjadi pemakai yang baik, makanya kerap dipakai orang lain.*
Minggu, November 21, 2010
Mengalah Menang
SIAP menang, siap kalah, itu slogan yang selalu didengungkan calon kepala daerah ketika mereka memulai pertarungan di Pilkada. Sekadar pemanis di bibir, kenyataannya tidak ada yang benar-benar siap itu menerima kekalahan.
Ciri-ciri orang yang tak siap kalah adalah ketika menerima kenyataan kekalahan, hatinya teramat berduka. Sedihnya alang kepalang, seperti tak ada sekadar secuil senyum di wajahnya. Setelah hatinya gundah tak tertahankan, maka ia akan mencari-cari kesalahan.
Ada tiga tipe si kalah yang mencari-cari kesalahan itu. Pertama, ia akan mencari-cari kesalahan dirinya sendiri. Ia akan sangat menyesal, merasa kurang bekerja maksimal untuk meraih kemenangan, merasa kurang cerdas untuk memuluskan kemenangan, hingga merasa kurang banyak mengeluarkan uang untuk kemenangannya. Kalau tipe menyalahkan diri sendiri tak masalah. Biasanya, orang yang tidak mampu menghadapi kesalahan atas dirinya sendiri, paling berdampak pada dirinya sendiri. Ujungnya, kegilaan. Dan sudah jadi rahasia umum, banyak calon kepala daerah yang berakhir di rumah sakit jiwa.
Kedua, kalau sudah bosan menyalahkan diri sendiri, si kalah akan menyalahkan orang-orang di dekatnya. Tak hanya tim suksesnya, istri dan anak pun akan dipersalahkan. Dan ketiga, kalau orang-orang di sekitarnya sudah bebal untuk dipersalahkan, maka si kalah akan mencari-cari kesalahan lawannya. Ini rumitnya, karena bisa berujung pada konflik horizontal yang berkepanjangan.
Perkara menang atau kalah itu wajar dalam sebuah kompetisi. Namun, ajang pemilihan kepala daerah sejatinya bukan kompetisi yang mencari menang atau kalah. Hal itu karena, Pilkada bukan mencari pemenang, namun mencari pemimpin. Kalau setiap calon kepala daerah merasa kepemimpinan itu sebagai amanah, maka tak perlu ada kata-kata menang atau kalah.
Mengapa kemudian ada calon kepala daerah yang merasa kalah dan sangat terpukul dengan kekalahan, hingga mencari-cari kesalahan orang. Hal itu karena, sejak awal ia sudah berniat menang. Ini tentu saja niat yang salah, karena menjadi pemimpin itu bukan perkara menang atau kalah.
Perasaan kalah dalam Pilkada adalah penyakit hati. Banyak orang yang merasa hilang harapan, hilang segalanya karena hilang kekuasaan. Hal itu karena selama ini ia mengangab kekuasaan itu sebagai candu yang menyenangkan. Namun, candu itu tentu saja berbuah racun. Racunya perasaan sakit yang teramat ketika kehilangan kekuasaan. Seperti orang sakau yang menahan sakit alang kepalang ketika kehabisan candu.
Karena perasaan kalah itu masalah hati, maka obatnya adalah obat hati. Obat kalah yang mujarab itu adalah mengalah. Orang yang mengalah dengan kekalahannya sesungguhnya menjadi pemenang sejati. Selama perasaan mengalah itu tidak ada, selamanya hatinya akan terasa disayat-sayat. Sudahlah hatinya tersayat-sayat, matinya pun penasaran. *
Mengundang Tsunami
SIAPALAH gerah dengan ramalan tsunami yang tiap sebenar. Akan hilang saja ranah ini diprediksikan. Gara-gara tsunami besar yang diisukan datang, siapa tak retek tapak kakinya bermukim di pesisir pantai. Ombak berdebur saja membuat tidur tak tenang.
Benar saja tsunami itu fenomena alam. Kalau ia fenomena alam, alamat sulit menebak kabar kedatangannya. Seperti jelangkung, datang tak diundang, pergi tak diantar. Tak ada kuasa kita menakar kuasa Tuhan.
Alam memang tak bisa ditakar. Musibah tak bisa dikejar, ia datang tak bisa pun dihindar. Namun, bencana datang bukan tanpa sebab-musabab. Tak salah Tuhan bersabda, sudah nyata kehancuran di permukaan bumi itu karena ulah manusia. Bencana datang tentulah karena manusia sebagai peyebabnya.
Risalah peradaban manusia sebenarnya telah membuktikan sebab-musabab bencana itu. Bangsa Fir'aun dihancurkan dan ditenggelamkan karena ia ingkar Tuhan, mengangab dirinya Tuhan. Korun ditelan bumi karena kekikiran dan kerakusan. Banyak bangsa di dunia yang dihancurkan karena kemungkaran yang diperbuatnya. Dan tsunami sebagai hukuman yang juga pernah diperlihatkan sejarah peradaban manusia di masa lalu.
Tsunami memang pantas ditakutkan. Bagaimanalah tak retek kaki-tangan dibuatnya, ratusan ribu orang ditelannya di Naggroe Aceh Darussalam. Korban seratus saja sudah membuat pilu tak terperikan di Mentawai, apalagi terbetik kabar ada tsunami yang lebih besar yang akan datang. Entahlah, kalau dipikir-pikir nalar, bisa gila pula dibuatnya. Tapi, mau tak mau, hal itu tetap musti dipikirkan juga.
Banyak yang risau memikirkan bencana, namun banyak yang tak risau melihat kemungkaran yang bisa memicu bencana tersebut. Siapa tak ciut nyalinya memikir kabar tentang tsunami, tapi tak banyak yang berkeras hatinya untuk memusnahkan kemaksiatan yang bisa memicu tsunami itu. Inilah peyakitnya kita, di tengah resah gulana bencana tsunami, ada orang-orang yang tetap pakak hatinya untuk tetap bermaksiat. Banyak yang tak takut mengundang bencana itu, seperti ia merasa Tuhan akan menyayangi keselamatan begitu saja.
Cobalah apa yang dilakukan orang-orang di pesisir pantai yang paling diancam tsunami itu. Di sepanjang pantai di Ulakan Tapakis Padang Pariaman, Satpol PP menangkap pasangan mesum. Di sepanjang pesisir pantai Padang tiap sebentar pelaku maksiat digelandang dan tak habis dirazia. Orang yang pekak hatinya bermaksiat ria di pantai-pantai. Gilanya lagi, orang-orang yang menggalas di pantai itu menyediakan pula payung-payung pendek dan warung kelambu agar orang bebas bermesum ria. Di Bungus hingga ke Bukit Lampu lihat saja. Seperti tak takut mereka tsunami kan tiba. Kalau mati, mati anjing saja orang yang dalam bermaksiat ria. Orang baik yang mati dalam bencana, maka gelar syuhada untuknya.
Orang takut dengan kabar tsunami, namun banyak yang tidak takut untuk mengundang bencana itu tiba. Inilah bodohnya kita. Kemaksiatan, kemungkaran dibiarkan di sepanjang pantai, malah tempat-tempat disediakan untuknya. Itu sama halnya mengundang bencana. Kalau sudah jadi bencana, mau yang berdosa atau berpahala, semua dilibasnya. Orang baik atau orang buruk, dilanyau bencana juga.
Untuk apa takut bencana, karena bencana sudah ada suratannya. Namun, takutlah kalau berbuat yang mengundang bencana. Kalau tak diundang, manalah bencana itu tiba.*
Rabu, November 17, 2010
Cuaca Ekstrim hingga Mutasi
PADANG-Senin (11/10), bedah editorial Harian Singgalang kembali ditayangkan langsung dari TVRI Sumbar mengupas berbagai topik aktual dan faktual di yang disajikan Harian Singgalang. Narasumber kali ini, Redaktur Edisi Minggu Harian Umum Singgalang A.R. Rizal.
Terdapat pokok pembahasan yang dibedah oleh pembaca berita TVRI Sumbar, Hanifah yakni cuaca ekstrim, mutasi pejabat dilingkungan pemerintahan dan Mentri BUMN dibentuk holding lima pabrik semen.
Dalam bedah editorial tersebut, A.R. Rizal mengharapkan pemerintah menyediakan sedikit anggaran pendapatan belanja untuk dialokasikan untuk penanggulangan bencana. Menginggat beberapa kawasan Sumbar terletak di daerah rawan bencana. Tak hanya itu, cuaca belakangan ini sulit ditebak. Sehingga, perlu kewaspadaan semua pihak.
"Artinya, pemerintah daerah harus menyediakan manajemen bencana. Jika dilihat sekarang, masing-masing daerah belum memiliki anggaran yang dikhususkan untuk bencana, seperti penanggulangannya," ungkapnya.
Dengan adanya manajemen bencana tersebut, paling tidak dapat ditanggulangi sedikit persoalan bencana melanda beberapa di kawasan Sumbar, salah satunya adalah penanggulangan banjir.
Tidak hanya pemerintah yang harus siap siaga dalam mengatisipasi terjadinya bencana alam. Katanya, masyarakat yang berdomisili di daerah rawan bencana harus siap dan siaga. Apabila sudah ada warning dari pemerintah agar tidak menetap di kawasan rawan longsor hendaknya mematuhinya. "Sehingga jatuh korban dalam bencana itu bisa di tanggulangi atau bisajuga berkurang," ungkapnya.
Selain cuaca ekstrim tersebut, bedah editorial Singgalang juga membahas tentang mutasi besar-besar terjadi pasca pemilihan kepala daerah yang berlangsung hampir dua bulan itu.
Menurut Rizal, mutasi dilingkungan pemerintah adalah hal yang wajar. "Pergantiaan pejabat dalam pemerintahan baru adalah hal yang wajar. Karena persoalan ganti menganti merupakan hak perogratif if dari kepala daerah. Kalaupun ada yang mempersoalan tentang pergantian tersebut hanya bola salju yang panas dalam kepemimpinan daerah," ucapnya.
Namun, dalam hal ini masyarakat harus jeli menilai kinerja ataupun pelayanan publik yang diberikan pejabat baru. Dikatakannya masyarakat berhak menuntut atau mempertanyakan pelayanan publik pemerintahan.
Selanjutnya, beda editorial tersebut membedah tentang persoalan Mentri BUMN dibentuk holding lima pabrik semen.Dimana pada tahun 2011 mendatang lima Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merencanakan akan menjadi holding company. Saat ini tiga perusahan semen yakni PT Semen Gresik, PT Semen Tonasa dan PT Semen Padang sudah bergabung dalam satu perusahan yang disebut PT Semen Gresik Grup. Tiga perusahan ini juga menjadi satu dibawah BUMN Semen Gresik, tapi Semen Gresik baru merangkap operating holding. Nanti Semen Gresik dijadikan sama dengan Semen Padang dan menjadi sama dengan semen Tonasa, sehingga Semen Kupang dan Baturaja bisa menjadi satu holding. Apabila PT Semen Padang bergabung, dia hanya mengharapkan dapat memberikan kontribusi untuk wilayah Sumbar.*